Senin, 27 April 2009

Kaca Spion - Andy F Noya

Tadi secara ngak sengaja pas Ngakus ( baca : ikut forum di Kaskus.us ) nemu postingan orang yang keren banget, dia copas dari tulisan seorang yang mungkin semua sudah tau beliau, beliau terkenal lewat acara beliau di salah satu stasiun TV swasta, yaitu "Kick Andy".

iya bener banget, Andy Flores Noya pria kelahiran Surabaya, 6 November 1960 ini merupakan seorang yang banyak sekali memberi inspirasi melalui acara beliau maupun tulisan beliau. salah satunya tulisan dibawah ini, kenapa aku posting tulisan ini? karena setelah membaca tulisan ini jiwaku terasa tenang banget, dan aku langsung menghubungi teman lama yang selama ini aku marah ma dia...

Kaca Spion

story from Andi F Noya

Sejak bekerja saya tidak pernah lagi berkunjung ke Perpustakaan Soemantri Brodjonegoro di Jalan Rasuna Said, Jakarta .

Tapi, suatu hari ada kerinduan dan dorongan yang luar biasa untuk ke sana .

Bukan untuk baca buku, melainkan makan gado-gado di luar pagar perpustakaan.
Gado-gado yang dulu selalu membuat saya ngiler.

Namun baru dua tiga suap, saya merasa gado-gado yang masuk ke mulut jauh dari bayangan masa lalu.

Bumbu kacang yang dulu ingin saya jilat sampai piringnya mengkilap, kini rasanya amburadul.

Padahal ini gado-gado yang saya makan dulu. Kain penutup hitamnya sama.

Penjualnya juga masih sama. Tapi mengapa rasanya jauh berbeda?
Malamnya, soal gado-gado itu saya ceritakan kepada istri.

Bukan soal rasanya yang mengecewakan, tetapi ada hal lain yang membuat saya gundah.

Sewaktu kuliah, hampir setiap siang, sebelum ke kampus saya selalu mampir ke perpustakaan Soemantri Brodjonegoro.

Ini tempat favorit saya.

Selain karena harus menyalin bahan-bahan pelajaran dari buku-buku wajib yang tidak mampu saya beli, berada di antara ratusan buku membuat saya merasa begitu bahagia.

Biasanya satu sampai dua jam saya di sana .

Jika masih ada waktu, saya melahap buku-buku yang saya minati.

Bau harum buku, terutama buku baru, sungguh membuat pikiran terang dan hati riang.
Sebelum meninggalkan perpustakaan, biasanya saya singgah di gerobak gado-gado di sudut jalan, di luar pagar.

Kain penutupnya khas, warna hitam. Menurut saya, waktu itu, inilah gado-gado paling enak seantero
Jakarta . Harganya Rp 500 sepiring sudah termasuk lontong.

Makan sepiring tidak akan pernah puas. Kalau ada uang lebih, saya pasti nambah satu piring lagi.

Tahun berganti tahun. Drop out dari kuliah, saya bekerja di Majalah TEMPO sebagai reporter buku Apa dan Siapa Orang Indonesia .

Kemudian pindah menjadi reporter di Harian Bisnis Indonesia.

Setelah itu menjadi redaktur di Majalah MATRA.

Karir saya terus meningkat hingga menjadi pemimpin redaksi di Harian Media Indonesia dan Metro TV.
Sampai suatu hari, kerinduan itu datang.

Saya rindu makan gado-gado di sudut jalan itu.

Tetapi ketika rasa gado-gado berubah drastis, saya menjadi gundah.

Kegundahan yang aneh. Kepada istri saya utarakan kegundahan tersebut.

Saya risau saya sudah berubah dan tidak lagi menjadi diri saya sendiri.

Padahal sejak kecil saya berjanji jika suatu hari kelak saya punya penghasilan yang cukup, punya mobil sendiri, dan
punya rumah sendiri, saya tidak ingin berubah.

Saya tidak ingin menjadi sombong karenanya.
Hal itu berkaitan dengan pengalaman masa kecil saya di Surabaya .

Sejak kecil saya benci orang kaya. Ada kejadian yang sangat membekas dan menjadi trauma masa kecil saya.

Waktu itu umur saya sembilan tahun.

Saya bersama seorang teman berboncengan sepeda hendak bermain bola.

Sepeda milik teman yang saya kemudikan menyerempet sebuah mobil. Kaca spion mobil itu patah.
Begitu takutnya, bak kesetanan saya berlari pulang.

Jarak 10 kilometer saya tempuh tanpa berhenti.

Hampir pingsan rasanya. Sesampai di rumah saya langsung bersembunyi di bawah kolong tempat tidur.

Upaya yang sebenarnya sia-sia. Sebab waktu itu kami hanya tinggal di sebuah garasi mobil, di Jalan Prapanca.

Garasi mobil itu oleh pemiliknya disulap menjadi kamar untuk disewakan kepada kami. D

engan ukuran kamar yang cuma enam kali empat meter, tidak akan sulit menemukan saya. Apalagi tempat tidur di mana saya bersembunyi adalah satu-satunya tempat tidur di ruangan itu.

Tak lama kemudian, saya mendengar keributan di luar.
Rupanya sang pemilik mobil datang.

Dengan suara keras dia marah-marah dan mengancam ibu saya.

Intinya dia meminta ganti rugi atas kerusakan mobilnya.
Pria itu, yang cuma saya kenali dari suaranya yang keras dan tidak bersahabat, akhirnya pergi setelah ibu berjanji akan mengganti kaca spion mobilnya.

Saya ingat harga kaca spion itu Rp 2.000. Tapi uang senilai itu, pada tahun 1970, sangat besar.

Terutama bagi ibu yang mengandalkan penghasilan dari menjahit baju.

Sebagai gambaran, ongkos menjahit baju waktu itu Rp 1.000 per potong. Satu baju memakan waktu dua minggu.

Dalam sebulan, order jahitan tidak menentu. Kadang sebulan ada tiga, tapi lebih sering cuma satu. D

engan penghasilan dari menjahit itulah kami - ibu, dua kakak, dan saya - harus bisa bertahan hidup sebulan.
Setiap bulan ibu harus mengangsur ganti rugi kaca spion tersebut.

Setiap akhir bulan sang pemilik mobil, atau utusannya, datang untuk mengambil uang.

Begitu berbulan-bulan. Saya lupa berapa lama ibu harus menyisihkan uang untuk itu.

Tetapi rasanya tidak ada habis-habisnya. Setiap akhir bulan, saat orang itu datang untuk mengambil uang, saya selalu ketakutan.

Di mata saya dia begitu jahat. Bukankah dia kaya? Apalah artinya kaca spion mobil baginya?

Tidakah dia berbelas kasihan melihat kondisi ibu dan kami yang hanya menumpang di sebuah garasi?

Saya tidak habis mengerti betapa teganya dia. Apalagi jika melihat wajah ibu juga gelisah menjelang saat-saat pembayaran tiba.

Saya benci pemilik mobil itu. Saya benci orang-orang yang naik mobil mahal.

Saya benci orang kaya.
Untuk menyalurkan kebencian itu, sering saya mengempeskan ban mobil-mobil mewah.

Bahkan anak-anak orang kaya menjadi sasaran saya.
Jika musim layangan, saya main ke kompleks perumahan orang-orang kaya.
Saya menawarkan jasa menjadi tukang gulung benang gelasan ketika mereka adu layangan.

Pada saat mereka sedang asyik, diam-diam benangnya saya putus dan gulungan benang gelasannya saya bawa lari.

Begitu berkali-kali. Setiap berhasil melakukannya, saya puas. Ada dendam yang terbalaskan.
Sampai remaja perasaan itu masih ada. Saya muak melihat orang-orang kaya di dalam mobil mewah.

Saya merasa semua orang yang naik mobil mahal jahat. Mereka orang-orang yang tidak punya belas kasihan.

Mereka tidak punya hati nurani.
Nah, ketika sudah bekerja dan rindu pada gado-gado yang dulu semasa kuliah begitu lezat,

saya dihadapkan pada kenyataan rasa gado-gado itu tidak enak di lidah.

Saya gundah. Jangan-jangan sayalah yang sudah berubah. Hal yang sangat saya takuti.

Kegundahan itu saya utarakan kepada istri. Dia hanya tertawa. ''Andy Noya, kamu tidak usah merasa bersalah.

Kalau gado-gado langgananmu dulu tidak lagi nikmat, itu karena sekarang kamu sudah pernah merasakan berbagai jenis makanan. D

ulu mungkin kamu hanya bisa makan gado-gado di pinggir jalan.

Sekarang, apalagi sebagai wartawan, kamu punya kesempatan mencoba makanan yang enak-enak.

Citarasamu sudah meningkat,'' ujarnya. Ketika dia melihat saya tetap gundah, istri saya mencoba meyakinkan,

"Kamu berhak untuk itu. Sebab kamu sudah bekerja keras."
Tidak mudah untuk untuk menghilangkan perasaan bersalah itu.

Sama sulitnya dengan meyakinkan diri saya waktu itu bahwa tidak semua orang kaya itu jahat.

Dengan karir yang terus meningkat dan gaji yang saya terima, ada ketakutan saya akan berubah.

Saya takut perasaan saya tidak lagi sensitif. Itulah kegundahan hati saya setelah makan gado-gado yang berubah rasa.

Saya takut bukan rasa gado-gado yang berubah, tetapi sayalah yang berubah. Berubah menjadi sombong.
Ketakutan itu memang sangat kuat. Saya tidak ingin menjadi tidak sensitif.

Saya tidak ingin menjadi seperti pemilik mobil yang kaca spionnya saya tabrak.
Kesadaran semacam itu selalu saya tanamkan dalam hati. Walau dalam
kehidupan sehari-hari sering menghadapi ujian. Salah satunya ketika mobil saya ditabrak sepeda motor dari belakang.

Penumpang dan orang yang dibonceng terjerembab.

Pada siang terik, ketika jalanan macet, ditabrak dari belakang, sungguh ujian yang berat untuk tidak marah.

Rasanya ingin melompat dan mendamprat pemilik motor yang menabrak saya.

Namun, saya terkejut ketika menyadari yang dibonceng adalah seorang ibu tua dengan kebaya lusuh.

Pengemudi motor adalah anaknya. Mereka berdua pucat pasi.
Selain karena terjatuh, tentu karena melihat mobil saya penyok.
Hanya dalam sekian detik bayangan masa kecil saya melintas.

Wajah pucat itu serupa dengan wajah saya ketika menabrak kaca spion.

Wajah yang merefleksikan ketakutan akan akibat yang harus mereka tanggung.

Sang ibu, yang lecet-lecet di lutut dan sikunya, berkali-kali meminta maaf atas keteledoran anaknya.

Dengan mengabaikan lukanya, dia berusaha meluluhkan hati saya. Setidaknya agar saya tidak menuntut ganti rugi.
Sementara sang anak terpaku membisu. Pucat pasi. Hati yang panas segera luluh.

Saya tidak ingin mengulang apa yang pernah terjadi pada saya.
Saya tidak boleh membiarkan benih kebencian lahir siang itu.

Apalah artinya mobil yang penyok berbanding beban yang harus mereka pikul.
Maka saya bersyukur. Bersyukur pernah berada di posisi mereka.

Dengan begitu saya bisa merasakan apa yang mereka rasakan.

Setidaknya siang itu saya tidak ingin lahir sebuah benih kebencian.

Kebencian seperti yang pernah saya rasakan dulu. Kebencian yang lahir dari pengalaman hidup yang pahit.

Rabu, 15 April 2009

Efek Rumah Kaca (ERK): Lirik Cerdas, Musik Cerdas, kritik Keras


Mungkin pertama menedengar nama grup band baru kita akan malas, mungkin kita udah bosen dengan munculnya band2 baru dan mengusung lagu2 dengan nada2 minor, lirik apa adanya, dan musik yang mendayu – dayu yang semakin mennegaskan kalau kita ini orang melayu padahal kita ini orang Indonesia (bukan melayu, jawa, batak, irian, bali ato apapun).

Coba dengar lagu – lagu dari grup band ini, aku sarankan juga dengerin liriknya baik – baik, atau nyari aja lirik lagunya (udah banyak di blog2 tetangga). Grup band yang digawangi oleh Cholil Mahmud (Vokal), Akbar (Basis), Andrian (Drum)yang merupakan penganut Indie ini benar – benar melihat semua permasalahan yang ada di sekitar kita tanpa menutup – nutupi dan mencoba membuat halusinasi demi menutupi semua kekurangan di sekitar kita. Menggunakan bahasa Indonesia yang sangat indah dan merangkainya dengan begitu anggun, menunjukkan bahwa mereka memang pintar dalam meramu setiap kata – kata dalam bahasa Indonesia mmenjadi ramuan cerdas.

Pertama mendengar musik mereka kita akan langsung teringat dengan grup legendaries RADIOHEAD ataupun MUSE, musik yang unik dan vocal TOM Yorke dari RADIOHEAD yang begitu melengking mempesona, dan MUSE yang juga memiliki musik yang aneh membuat musik dari ERK juga begitu aneh bagi orang – orang penggemar musik melayu dengan lirik apa adanya tadi. Album pertama mereka Self Titled memulai pergerakan pemberontakan terhadap semua kebohongan di masyarakat, megandalkan single di Udara mereka menggebrak, lagu yang di persembahkan untuk MUNIR sang Aktivis HAM yang meninggal dunia ketika perjalanannya ke belanda merupakan lagu yang pertama aku dengar, dan merupakan lagu yang membuat aku langsung jatuh cinta ma ini band

Ku bisa tenggelam di lautan
Aku bisa diracun di udara
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan

Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti..

Penggalan lirik dari lagu di Udara ini bila kita resapi akan memberikan efek semangat yang luar biasa, kita bisa mati, namun semangat dan pemikiran kita tidak akan mati.

Mereka adalah penyelamat industri musik Indonesia. Sound simpel yang dibalut dengan lirik-lirik yang puitis dan cerdas adalah kelebihan mereka..mereka brilliant….!!!!!

Salute….

Untuk review album akan kita bahas di lain kesempatan.

Sabtu, 04 April 2009

X-MEN ORIGINS : WOLVERINE Sapa yang mau Download?


Huuuhhh…film yang lama banget aku nantikan akhirnya bisa aku lihat kemarin dikantor ( Jumat, 3 April 2009 ), udah lama banget aku ngidolain tokoh superhero yang satu ini. WOLVERINE, tokoh superhero keluarga X-MEN ini adalah pimpinan dari komplotan anak buah Sang Profesor, aku sangat suka dengan sifat pemberontak dan semau gue dari ni tokoh, apalagi setelah film ini diangkat ke layar lebar, Hugh Jackman merupakan tokoh yang sangat tepat untuk menjadi pemeran dari superhero yang mempunyai sifat hewan Srigala ini.

X-MEN ORIGINS : WOLVERINE sejatinya baru akan dirilis 1 Mei ( itupun di negaranya bang OBAMA sono ) ternyata udah bocor alias udah beredar atau lebih enak ngomongnya udah bisa diDOWNLOAD mulai hari rabu ( 1 April ) kemarin. Hal mengenai kebocoran film ini juga diakui secara terbuka oleh sang empu pembuat film keren ini, bahkan menurut 20th Century Fox, bocoran yang udah bisa di dapat itu termasuk suara dan musik sementara, beberapa efek khusus dan juga adegan yang akan dihapus, untung seh aku dah tau tentang masalah ini jadi aku enggak kaget waktu aku kemarin liat ini film. Sebenarnya dari pihak 20th Century Fox udah mengontak pihak yang mempunyai hak untuk menghapus ( ga tau aku sapa yang dimaksud, aku pas baca juga bingung siapa ya? Setau aku kalau emang pengen ngapus kontak aja tuh pentagon suruh matiin server, dijamin tuh film gak akan beredar luas ) tapi file yang udah kesebar di internet terjamin dah persebarannya g akan bisa berhenti.

Tapi waktu aku baca di salah satu situs, katanya pihak 20th Century Fox sudah meminta FBI dan MPAA (Motion Picture Association of America) untuk menyelidiki siapa dalang maslah ini. Film garapan sutradara Gavin Hood ini akan rilis resmi secara internasional mulai 28 April dan bakal tayang di seluruh dunia pada tanggal 1 Mei.

Buat yang mau download silahkan cari link sendiri, pake mbah googling aja.., ato bisa nyari di servernya www.i_d_w_b_t_r.com....